PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA
Oleh : Cep Unang Wardaya
- Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini
Thomas Lickona - seorang profesor pendidikan dari Cortland University - mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman
yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu
berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda
yang dimaksud adalah : (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
(2)penggunaan
bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat
dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti
penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. (5) semakin kaburnya pedoman
moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya
rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab
individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10)
adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Jika
dicermati, ternyata kesepuluh tanda jaman tersebut sudah ada di
Indonesia. Selain sepuluh tanda-tanda jaman tersebut, masalah lain yang
tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan dini yang
ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri
(kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif,
empati, dan rasa). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan dengan
optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada
prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya
sekedar “tahu”).
Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek “knowledge, feeling, loving, dan acting”.
Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang
menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan “latihan otot-otot
akhlak” secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat.
Pendidikan karakter ini hendaknya dilakukan sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya. Montessori menyebutnya dengan periode kepekaan (sensitive period). Penggunaan istilah ini bukan tanpa alasan, mengingat pada masa ini, seluruh aspek perkembangan pada anak usia dini,
memang memasuki tahap atau periode yang sangat peka. Artinya, jika
tahap ini mampu dioptimalkan dengan memberikan berbagai stimulasi yang
produktif, maka perkembangan anak di masa dewasa, juga akan berlangsung
secara produktif.
Menurut
Freud kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan
membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan
orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia
dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa
dewasanya kelak (Erikson, 1968).
- Peran keluarga dalam Pembentukan karakter Anak
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadapmasa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yangbelum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yangdikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Menurut
Megawangi (2004), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter,
sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara
optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang
sifatnya mikro, maka semua pihak - keluarga, sekolah, media massa,
komunitas bisnis, dan sebagainya - turut andil dalam perkembangan
karakter anak. Dengan
kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik
adalah tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh
karena itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan
karakter merupakan ”PR” yang sangat penting untuk dilakukan segera.
Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan
serta kenyataan bahwa manusia tidak secara alamiah (spontan) tumbuh
menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut Aristoteles (dalam
Megawangi, 2004), hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat.
- Keluarga sebagai Tempat Pertama Pendidikan Karakter Anak
Bagi
seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB
(dalam Megawangi, 2004), fungsi utama keluarga adalah”sebagai
wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan
lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera”.
Menurut
pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2004), keluarga
merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi
Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga
gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi
yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi
institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari
paparan ini dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama
dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal
melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi
institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk
memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan
berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena
itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa
sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. (Latifah;2011)
- Pola Asuh dalam Pendidikan Karakter Anak di Keluarga
Keberhasilan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak
sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada
anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara
anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti
makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman,
kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku
di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya
(Latifah;2011). Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi
orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Jadi gaya
yang diprankan orang tua dalam mengembangkan karakter anak sangat
penting, apakah ia otoriter, demokratis atau permisif.
Dari
paparan di atas jelas bahwa jenis pola asuh yang diterapkan orang tua
kepada anaknya sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak.
Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam
pembentukan karakter yang baik.
- Nilai Karakter yang Penting Harus Ditanamkan dalam Keluarga
Ruang
lingkup nilai karakter yang semestinya dikembangkan di lingkungan
keluarga menurut Ratna Megawangi adalah sebagai berikut :
- Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya
- Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian
- Kejujuran
- Hormat dan Santun
- Dermawan, Suka menolong dan Gotong-royong/Kerjasama
- Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras
- Kepemimpinan dan Keadilan
- Baik dan Rendah Hati
- Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
- 4K ( kebersihan, kesehatan, kerapian dan keamanan)
Sedangkan
menurut sumber dari Balitbang, Kementerian Pendidikan Nasional, bahwa
ruang lingkup nilai moral dalam rangka pembentukan karakter yang harus
dikembangkan di lingkungan keluarga adalah sebagai berikut:
- Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agamadianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
- Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orangselalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
- Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
- Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
- Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f)Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
- Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
- Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama Hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i)Rasa Ingin Tahu: Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatuyang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j)Semangat Kebangsaan: Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
- Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
l)Menghargai Prestasi: Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
- Bersahabat/Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
- Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
- Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
- Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
- Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
- Tanggung-jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. (Balitbang Kemendiknas, 2010: 8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar